Saya yakin semuanya di negara ini ada aturannya, termasuk aturan berlalu lintas, bukan cuma mesti melengkapi kendaraan dengan surat-surat tapi juga memperhatikan bobot kendaraan dengan kondisi jalan. Artinya jalan dibuat memang untuk digunakan siapa saja, tapi juga ada atuan main, mana mungkin jalan yang ukurannya kecil mesti dilewati kendaraan-kendaraan berat hampir 24 jam. Tentu ini tidak sesuai dengan aturan, kalau aturan itu memang ada di kabupaten bogor paling ujung ini?
Mengambil contoh kesemrawutan lalu lintas di jalan raya parungpanjang yang menimbulkan banyaknya masalah lantaran banyaknya kendaraan berat (trontont) yang melintas, dan tidak bisa dicarikan jalan keluarnya lantaran menyangkut banyak kepentingan. Itu menjadi dilema bagi semuanya.
Apakah Tenjo juga akan mengikuti jejak parungpanjang? Tentu sebaga warga yang tidak memiliki kepentingan terhadap tronton-tronton yang melintas di jalan raya tenjo pasti sangat tidak menginginkan jika kemudian tenjo menjadi parungpanjang kedua.
Satu pertanyaan dari saya, apakah pemerintah kabupaten bogor dengan instansi terkaitnya sudah mengetahui keberadaan tronton yang masuk jalan raya tenjo tersebut? Kalau belum tahu, rasanya aneh saja. Kalau sudah tahu, kenapa didiamkan begitu saja? Saya yakin pemerintah kabupaten tidak menginginkan tronton masuk jalan raya tenjo, karena akan mengganggu kenyamanan dan keamanan pengguna jalan lainnya. Pun tidak memberi keuntungan pada kas kabupaten.
Jadi, segera cari solusi sebelum kadung jalan raya tenjo jadi jalur sutra tronton-tronton tersebut...